Hukum Mengenakan Topi Sinterklas

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.

Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.

Islam meminta setiap umatnya untuk bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih)

Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.

Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.

Sinterklas sendiri berasal dari Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia 18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan, membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.

Sinterklas yang ada sekarang dalam hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa. (disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)

Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih)

Tidak jarang diawali dari sekedar meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa menjadikannya berpindah agama (murtad)

Akan tetapi jika memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani, seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.

Wallahu A’lam

Source: eramuslim.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.