Kadang tidak terasa kalau umur sudah kepala dua. Apalagi kalau teman main sama teman ngobrol itu seangkatan atau seumuran. Rasanya umur tidak berubah. Kalaupun berubah, seperti tidak ada bedanya.
Gaya bahasa yang santai, tidak ada pembawaan, ceplas ceplos, bercanda, emot atau sticker seenaknya. Itulah yang terjadi ketika lawan bicara kita seumuran atau seangkatan. Karena terbiasa begitu, jadilah terbawa ketika ngobrol sama junior atau yang lebih muda. Ketika memberikan joke, malah jadi tidak lucu. Karena memang joke-nya biasanya untuk teman seangkatan. Disitu terkadang saya merasa sedih #loh. Bukan, disitu terkadang saya tersadar. Sadar bahwa posisi lawan bicara tidak seangkatan.
Semakin jauh perbedaan umur, semakin terasa pula perbedaan persepsi, semakin harus bisa memposisikan diri. Kalau perbedaannya hanya satu atau dua tahun mungkin tidak terlalu terasa. Namun lebih dari itu akan semakin terasa.
Well, bagaimanapun juga kita harus pandai memposisikan diri dengan lawan bicara kita, baik yang lebih muda ataupun yang lebih tua. Bukan untuk menunjukan siapa yang lebih senior, tapi untuk saling menghargai pengalaman yang dimiliki.
Selamat pagi Sabtu.
Setuju, memang sebaiknya seseorang memposisikan dirinya juga ditentukan oleh situasi dan kondisi. Semisal kondisi ngantuk maka sebaiknya posisi terlentang. Demikian disampaikan.
Super sekali Mba Aisyah. Alumni sekolah ngelawak mana ya?